... orang menyebutnya senja, waktu dimana mentari yang gagah itu
mencoba menggagahi belahan dunia lain. Detik-detik dimana jingganya sinar
matahari berjalan menjauh menuju belahan dunia barat, tepat di balik gunung itu
...
Kata
orang cinta tak harus memiliki. Ahhh, kalimat itu bagiku hanya sebuah kalimat,
hanya sebuah penyangkalan, hanya sebuah obat untuk dirinya saja, yang mungkin
karena kisah orang-orang itu yang mengatasnamakan kepasrahan untuk orang yang
sangat dicintainya namun tidak dapat memilikinya dan tetap bertahan dengan
cintanya. Tidak ada yang salah dengan
rasa itu, apalagi berbicara soal cinta. Aku adalah yang sedang merasakan rasa
itu. Cinta tak sepenuhnya senang, dan cinta tak sepenuhnya sedih, semua itu
adalah kalimat-kalimat tentang pengertian cinta secara umum.
Aku
mengartikan cinta lebih dari yang dikatakan orang-orang di dunia yang sempit
ini.Ya, sempit karena cinta yang kurasakan tidak kemana jauhnya cinta itu
pergi. Cinta itu masih ada di sekitar perasaan yang pernah atau telah ada , di
sekitar dunia yang kita pijak dan di sekitar memori yang tersimpan oleh otak
manusia. Sekitar dunia yang kita pijak, ya, yang hanya saat kita pijak, selagi
kita bisa memijaknya, dan merasakan bagaimana rasa pijakan itu. Cinta ada di
dunia yang kita pijak. Lalu di lain dunia? Jawabannya mudah, Aku belum merasakannya, karena Aku belum
pernah merasakan berpijak di lain dunia selain dunia yang Aku pijak sekarang
ini, Aku belum pernah mati.
Aku
mengartikan cinta itu harus memiliki, apapun caranya. Harus memiliki adalah
mutlak, dan omong kosong untuk orang-orang yang memerangi arti cinta bagiku
ini. Arti cinta yang dalam ini, kataku, adalah arti cinta yang tanpa kecuali
akan selalu ada untuk menyatu padukan kerja otak dan hati atau pikiran dan
perasaan. Otak yang membentuk pikiran dan pikiran yang melancarkan logika,
logika yang menentukan cinta itu pantas atau tidak, dan dengan logika akan
timbul suatu pertanyaan. Bagaimana bisa cinta tak harus memiliki? Lalu
berbicara hati yang melahirkan perasaan untuk manusia, tentunya cinta mengakar
pada perasaan, dan akan timbul suatu pertanyaan. Bagaimana perasaan
mengikrarkan hati bahwa cinta tak harus memiliki? Pikiran dan perasaan akan
bersatu untuk mencari jawaban dari cinta. Pikiran akan membantu perasaan
menemukan logika cinta, dan perasaan akan menjadi kuat saat logika ada dadi
dalamnya untuk satu kata, cinta.
Saat
orang-orang membicarakan cinta, Aku akan membicarakan senja. Entah apapun kata
orang tentang senja, Aku akan tersenyum untuknya. Karena di dalam senja
terdapat cinta, bahkan cinta itu hidup, hidup dengan menebarkan benih-benih
kedamaian untuk pikiran dan perasaan kelam. Memang benar manusia akan merasakan
kelam, tidak sepenuhnya hidup manusia mulus, seperti halnya cinta. Cinta tak
akan sepenuhnya berjalan lurus. Di dalam cinta akan ada kelokan, tanjakan,
turunan dan mungkin tikungan. Cinta seperti hidup, hidup seperti cinta.
Keduanya adalah indah dan agung.
Aku
menyebutnya kelam, bukan dengan yang lainnya. Cinta yang kelam adalah cinta
yang sedang pilu dan dipaksakkan untuk bertahan sampai akhirnya tidak mampu
melawan kehendak untuk melanjutkan cerita bersama dua hati yang bersebrangan.
Aku pernah merasakan kelam. Pikiran dan perasaanku bercampur keras saling
melawan ingin menunjukkan siapa yang terbaik. Cintaku kelam, saat Aku dan
kekasihku tidak kuat lagi melawan arus. Aku dan kekasihku tidak seperti ikan
Salmon yang senantiasa melawan arus pasifik untuk melanjutkan hidup, karena
kami manusia bukan ikan Salmon, dan tidak ingin disamakan seperti layaknya
ikan, karena kami adalah manusia dengan tingkat harkat, derajat, dan martabat
yang lebih tinggi dari ikan. Cintaku kelam, saat Aku dan kekasihku tidak lagi
mampu bertahan dalam perlawanan, hati kami bergejolak, sampai saat dimana kami
menyerah akan dunia, dan memilih untuk berjalan ke dalam jalan kami
masing-masing.
Saat yang
sangat pilu seperti menghantam karang yang keras, tidak hanya lebam oleh
kerasnya karang saja, dan akan ditambah luka seperti sayatan pisau, tersayat
oleh runcingnya ujung-ujung karang yang kasar itu. Cinta yang kurasakan begitu
kelam, karena dinding-dinding yang dulu tebal, kini rapuh dan sudah ambruk rata
dengan tanah. Dinding yang membuat pertahanan kepada setiap penentang-penentang
cinta kami telah tiada dan cinta kami telah berakhir. Cinta begitu kelam.
Cinta seperti
hidup, ada suka dan ada duka. Cinta kelam adalah duka, dan Aku sedang menunggu
suka itu datang. Saat perasaan pilu menguasai hati ini, berharap akan ada ceria
untuk hati ini, seperti datangnya pelangi yang indah setelah hujan deras
berlalu. Aku tetap menunggu sore hari itu, di serambi depan rumah kecilku. Aku
menunggu melewatkan lalu lalang bocah-bocah kampung bermain layang-layang,
mencari kebebasan dari angin. Aku menunggu ditemani oleh sepotong senja yang
mulai menampakkan kuningnya . Kali ini Aku tidak menunggu lagi, benar, telah
Aku temukan perasaan itu, sekali lagi
memang benar, pelangi yang indah akan datang setelah hujan deras. Perasaanku
yang kacau berubah sendirinya menjadi nyaman dan damai oleh sepotong senja yang
semakin lama menunjukkan keindahannya. Lidahku seperti hilang dan kelu, karena
tidak mampu berkata apapun, hanya pandangan mata terpesona oleh keindahan senja
saat itu. Senja membuat aku merasakan kembali rasa itu, damai.
Aku sealu
menunggu kehadiran senja, karena warnanya yang kuning bercampur dengan merah
menghasilkan warna kemerah-merahan membuat aku tersihir dan hanya termangu diam
menimati keindahannya. Senja adalah tempatku berlari setiap harinya, meskipun
keberadaannya hanya dalam pandangan kedua mata ini. Senja tempatku mengadu
setelah kekelaman melanda hati, dan senja memberikan terang untuk hati ini.
Senja membuatku dapat merasakan indahnya hidup dan cinta. Senja memberikan
cintanya kepadaku yang telah kehilangan banyak. Cinta yang diberikan oleh senja
membuat seakan lahir kembali, sekali lagi damai.
Kali ini tidak
hanya senja yang datang, cinta yang ada dalam senja itu memang benar
menyentuhku. Cinta masih ada di sekitar perasaan yang pernah atau telah ada, ya,
Aku merasakannya benar. Dia datang, tanpa ada sebuah undangan, tanpa ada sebuah
panggilan, tanpa ada sebuah kesengajaan. Dia datang dengan sendirinya, entah
apa yang membuatnya, yang jelas waktunya sangat tepat saat senja mengantarkan
hatiku yang damai. Hanya berawal dari sapaan dalam media sosial, cerita kami
berlanjut dengan saling bertukar cerita setelah sekian lama tidak menceritakan
cerita dari apa yang kami lalui masing-masing selama tiga tahunan ini, kami
patut bercerita.
Dia adalah
orang lama dalam kehidupanku, tepatnya kisah-kisah masa laluku, semasa SMA.
Kami dipertemukan kembali meskipun hanya melalui alat bernama handphone, kami saling mengisi hari-hari dengan banyak
cerita maing-masing. Dia adalah masa lalu. Disebut masa lalu karena Dia pernah
ada mengisi kisah masa-masaku waktu itu. Dengan segala cerita sedih senang yang
melengkapinya. Disebut masa lalu, karena Dia sempat hilang untuk waktu yang
lama, tanpa adanya kabar, begitu juga dengan Aku. Disebut masa lalu, karena
kami sempat terpisah dan sangat berseberangan. Kali ini, kami saling bertukar
kabar dan Aku mencoba untuk memulai sesuatu yang baru dengan senja sebagai
tempatku mengadu.
Dia seperti
senja yang saat itu datang menghampiri soreku. Dia datang seperti kuning
memerah indah sepotong senja yang sinarnya menembus pandangan wajahku, damai
kurasakan. Dia datang kembali seperti senja yang selalu akan datang kembali
saat siang menghilang.
Pribadinya
seperti senja, entah tidak tau mengapa, hati ini terlalu nyaman dengan keadaan.
Tetapi Aku tidak ingin menymakan Dia dengan senja. Senja hanya datang dan
berlalu sekali waktu. Senja hanya sepotong waktu dari sekian banyaknya waktu.
Senja hanya sekelebat dan akan pergi setelah gelap malam datang. Aku hanya
ingin Dia seperti senja dalam keindahannya aja, dan tidak dengan sepotong
waktunya saja untukku. Saat senja datang kembali, keindahan itu akan datang
lagi dengan menumbuhkan kisah kasih dan proses dari cinta dan kehidupan akan
dilalui, saat senja.
Ya, orang menyebutnya senja, waktu dimana mentari
yang gagah itu mencoba menggagahi belahan dunia lain. Detik-detik dimana
jingganya sinar matahari berjalan menjauh menuju belahan dunia barat, tepat di
balik gunung itu, Merbabu dan Merapi oleh senja.
Skh, 18/05/2013
Ruang Tamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar