Sabtu, 30 November 2013

Saat Senja Datang Kembali




... orang menyebutnya senja, waktu dimana mentari yang gagah itu mencoba menggagahi belahan dunia lain. Detik-detik dimana jingganya sinar matahari berjalan menjauh menuju belahan dunia barat, tepat di balik gunung itu ...

 

            Kata orang cinta tak harus memiliki. Ahhh, kalimat itu bagiku hanya sebuah kalimat, hanya sebuah penyangkalan, hanya sebuah obat untuk dirinya saja, yang mungkin karena kisah orang-orang itu yang mengatasnamakan kepasrahan untuk orang yang sangat dicintainya namun tidak dapat memilikinya dan tetap bertahan dengan cintanya.  Tidak ada yang salah dengan rasa itu, apalagi berbicara soal cinta. Aku adalah yang sedang merasakan rasa itu. Cinta tak sepenuhnya senang, dan cinta tak sepenuhnya sedih, semua itu adalah kalimat-kalimat tentang pengertian cinta secara umum.

Aku mengartikan cinta lebih dari yang dikatakan orang-orang di dunia yang sempit ini.Ya, sempit karena cinta yang kurasakan tidak kemana jauhnya cinta itu pergi. Cinta itu masih ada di sekitar perasaan yang pernah atau telah ada , di sekitar dunia yang kita pijak dan di sekitar memori yang tersimpan oleh otak manusia. Sekitar dunia yang kita pijak, ya, yang hanya saat kita pijak, selagi kita bisa memijaknya, dan merasakan bagaimana rasa pijakan itu. Cinta ada di dunia yang kita pijak. Lalu di lain dunia? Jawabannya mudah,  Aku belum merasakannya, karena Aku belum pernah merasakan berpijak di lain dunia selain dunia yang Aku pijak sekarang ini, Aku belum pernah mati.

Aku mengartikan cinta itu harus memiliki, apapun caranya. Harus memiliki adalah mutlak, dan omong kosong untuk orang-orang yang memerangi arti cinta bagiku ini. Arti cinta yang dalam ini, kataku, adalah arti cinta yang tanpa kecuali akan selalu ada untuk menyatu padukan kerja otak dan hati atau pikiran dan perasaan. Otak yang membentuk pikiran dan pikiran yang melancarkan logika, logika yang menentukan cinta itu pantas atau tidak, dan dengan logika akan timbul suatu pertanyaan. Bagaimana bisa cinta tak harus memiliki? Lalu berbicara hati yang melahirkan perasaan untuk manusia, tentunya cinta mengakar pada perasaan, dan akan timbul suatu pertanyaan. Bagaimana perasaan mengikrarkan hati bahwa cinta tak harus memiliki? Pikiran dan perasaan akan bersatu untuk mencari jawaban dari cinta. Pikiran akan membantu perasaan menemukan logika cinta, dan perasaan akan menjadi kuat saat logika ada dadi dalamnya untuk satu kata, cinta.

Saat orang-orang membicarakan cinta, Aku akan membicarakan senja. Entah apapun kata orang tentang senja, Aku akan tersenyum untuknya. Karena di dalam senja terdapat cinta, bahkan cinta itu hidup, hidup dengan menebarkan benih-benih kedamaian untuk pikiran dan perasaan kelam. Memang benar manusia akan merasakan kelam, tidak sepenuhnya hidup manusia mulus, seperti halnya cinta. Cinta tak akan sepenuhnya berjalan lurus. Di dalam cinta akan ada kelokan, tanjakan, turunan dan mungkin tikungan. Cinta seperti hidup, hidup seperti cinta. Keduanya adalah indah dan agung.

Aku menyebutnya kelam, bukan dengan yang lainnya. Cinta yang kelam adalah cinta yang sedang pilu dan dipaksakkan untuk bertahan sampai akhirnya tidak mampu melawan kehendak untuk melanjutkan cerita bersama dua hati yang bersebrangan. Aku pernah merasakan kelam. Pikiran dan perasaanku bercampur keras saling melawan ingin menunjukkan siapa yang terbaik. Cintaku kelam, saat Aku dan kekasihku tidak kuat lagi melawan arus. Aku dan kekasihku tidak seperti ikan Salmon yang senantiasa melawan arus pasifik untuk melanjutkan hidup, karena kami manusia bukan ikan Salmon, dan tidak ingin disamakan seperti layaknya ikan, karena kami adalah manusia dengan tingkat harkat, derajat, dan martabat yang lebih tinggi dari ikan. Cintaku kelam, saat Aku dan kekasihku tidak lagi mampu bertahan dalam perlawanan, hati kami bergejolak, sampai saat dimana kami menyerah akan dunia, dan memilih untuk berjalan ke dalam jalan kami masing-masing.

Saat yang sangat pilu seperti menghantam karang yang keras, tidak hanya lebam oleh kerasnya karang saja, dan akan ditambah luka seperti sayatan pisau, tersayat oleh runcingnya ujung-ujung karang yang kasar itu. Cinta yang kurasakan begitu kelam, karena dinding-dinding yang dulu tebal, kini rapuh dan sudah ambruk rata dengan tanah. Dinding yang membuat pertahanan kepada setiap penentang-penentang cinta kami telah tiada dan cinta kami telah berakhir. Cinta begitu kelam.

Cinta seperti hidup, ada suka dan ada duka. Cinta kelam adalah duka, dan Aku sedang menunggu suka itu datang. Saat perasaan pilu menguasai hati ini, berharap akan ada ceria untuk hati ini, seperti datangnya pelangi yang indah setelah hujan deras berlalu. Aku tetap menunggu sore hari itu, di serambi depan rumah kecilku. Aku menunggu melewatkan lalu lalang bocah-bocah kampung bermain layang-layang, mencari kebebasan dari angin. Aku menunggu ditemani oleh sepotong senja yang mulai menampakkan kuningnya . Kali ini Aku tidak menunggu lagi, benar, telah Aku temukan  perasaan itu, sekali lagi memang benar, pelangi yang indah akan datang setelah hujan deras. Perasaanku yang kacau berubah sendirinya menjadi nyaman dan damai oleh sepotong senja yang semakin lama menunjukkan keindahannya. Lidahku seperti hilang dan kelu, karena tidak mampu berkata apapun, hanya pandangan mata terpesona oleh keindahan senja saat itu. Senja membuat aku merasakan kembali rasa itu, damai.

Aku sealu menunggu kehadiran senja, karena warnanya yang kuning bercampur dengan merah menghasilkan warna kemerah-merahan membuat aku tersihir dan hanya termangu diam menimati keindahannya. Senja adalah tempatku berlari setiap harinya, meskipun keberadaannya hanya dalam pandangan kedua mata ini. Senja tempatku mengadu setelah kekelaman melanda hati, dan senja memberikan terang untuk hati ini. Senja membuatku dapat merasakan indahnya hidup dan cinta. Senja memberikan cintanya kepadaku yang telah kehilangan banyak. Cinta yang diberikan oleh senja membuat seakan lahir kembali, sekali lagi damai.

Kali ini tidak hanya senja yang datang, cinta yang ada dalam senja itu memang benar menyentuhku. Cinta masih ada di sekitar perasaan yang pernah atau telah ada, ya, Aku merasakannya benar. Dia datang, tanpa ada sebuah undangan, tanpa ada sebuah panggilan, tanpa ada sebuah kesengajaan. Dia datang dengan sendirinya, entah apa yang membuatnya, yang jelas waktunya sangat tepat saat senja mengantarkan hatiku yang damai. Hanya berawal dari sapaan dalam media sosial, cerita kami berlanjut dengan saling bertukar cerita setelah sekian lama tidak menceritakan cerita dari apa yang kami lalui masing-masing selama tiga tahunan ini, kami patut bercerita.

Dia adalah orang lama dalam kehidupanku, tepatnya kisah-kisah masa laluku, semasa SMA. Kami dipertemukan kembali meskipun hanya melalui alat bernama handphone,  kami saling mengisi hari-hari dengan banyak cerita maing-masing. Dia adalah masa lalu. Disebut masa lalu karena Dia pernah ada mengisi kisah masa-masaku waktu itu. Dengan segala cerita sedih senang yang melengkapinya. Disebut masa lalu, karena Dia sempat hilang untuk waktu yang lama, tanpa adanya kabar, begitu juga dengan Aku. Disebut masa lalu, karena kami sempat terpisah dan sangat berseberangan. Kali ini, kami saling bertukar kabar dan Aku mencoba untuk memulai sesuatu yang baru dengan senja sebagai tempatku mengadu.

Dia seperti senja yang saat itu datang menghampiri soreku. Dia datang seperti kuning memerah indah sepotong senja yang sinarnya menembus pandangan wajahku, damai kurasakan. Dia datang kembali seperti senja yang selalu akan datang kembali saat siang menghilang.

Pribadinya seperti senja, entah tidak tau mengapa, hati ini terlalu nyaman dengan keadaan. Tetapi Aku tidak ingin menymakan Dia dengan senja. Senja hanya datang dan berlalu sekali waktu. Senja hanya sepotong waktu dari sekian banyaknya waktu. Senja hanya sekelebat dan akan pergi setelah gelap malam datang. Aku hanya ingin Dia seperti senja dalam keindahannya aja, dan tidak dengan sepotong waktunya saja untukku. Saat senja datang kembali, keindahan itu akan datang lagi dengan menumbuhkan kisah kasih dan proses dari cinta dan kehidupan akan dilalui, saat senja.

Ya, orang menyebutnya senja, waktu dimana mentari yang gagah itu mencoba menggagahi belahan dunia lain. Detik-detik dimana jingganya sinar matahari berjalan menjauh menuju belahan dunia barat, tepat di balik gunung itu, Merbabu dan Merapi oleh senja.

 

Skh, 18/05/2013

Ruang Tamu

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar